Translate

English French German Spain

Italian Dutch Russian Brazil

Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Kamis, 27 Maret 2014

Tips Menjadi Mahasiswa

Memulai hidup baru menjadi seorang mahasiswa, tentunya memberikan tantangan tersendiri bagi sebagian siswa. Memang pada dasarnya menjadi seorang mahasiswa itu sangat dinantikan dan sangat menyenangkan. Bahkan, mungkin sebagian dari kamu menganggap bahwa menjadi mahasiswa menjadi pembuktian bahwa kamu telah dewasa. Tapi, ketika kamu dihadapkan dengan segala sesuatu yang baru, teman baru, lingkungan baru, dosen baru, metode pengajaran yang baru, pacar baru mungkin (ups…keceplosan)- rasa senang seketika berubah menjadi kegalauan tingkat internasional. Mungkin kamu akan bertanya- tanya,,, Lalu, what should I do? Well, mungkin tips atau pendapat di bawah ini dapat membantu kamu untuk mengubah kegalauan tingkat internasional menjadi semangat dan prestasi tingkat internasional. Amin.

1. Berani Membuka Diri (Malu Bertanya Sesat di Kampus) Menjadi mahasiswa baru yang dihadapkan pada lingkungan belajar yang baru ( teman ) terkadang secara tidak langsung memaksa kamu untuk beradaptasi dengan baik. Oleh sebab itu, kamu harus terbuka dengan situasi dan berani untuk berkenalan dengan teman-teman sebanyak mungkin. Jangan membatasi diri dengan teman satu program studi saja, satu kampus pun juga boleh. Kamu harus membuang jauh-jauh rasa mindermu. Karena hal itu akan
membatasi diri kamu untuk dapat beriteraksi dengan baik. So, beri kesan yang menarik atas pribadi kamu ya?

2. Mulai Fokus Pada Cita-Cita
Ingat, masa-masa kuliah merupakan langkah awal bagi cita-cita kamu di masa depan. Jadi mulai saat ini kamu harus mengubah strategi belajar kamu. Yang mulanya belajar jika ada tugas atau nunggu di chat, di tweet, ato di BBMin sama pacar, sekarang kamu harus belajar mandiri. Sadar, bahwa belajar itu untuk diri kamu sendiri, dan keberhasilan kamu dimasa depan. Jangan sampai kuliah hanya dibuat ajang mencari title saja. So , setelah tips pertama terlaksana, kamu harus mulai pandai untuk
memilih sahabat belajar. meskipun kuliah itu dunia kompettitif, tapi, kerjasama juga perlu lho.

3. Time Management (Pengaturan Waktu) Kuliah berarti dewasa. Benar kan? Jika setuju mulai saat ini kamu harus benar-benar dewasa, yang artinya pandai mengatur waktu. Kamu harus bisa mengatur waktu kapan untuk kuliah, kapan untuk maen-maen. Kalau perlu, buat buku agenda tentang kegiatan apa saja yang harus kamu lakukan buat jaga-jaga jika kamu lupa. Kalau masih kurang, kamu juga bisa kok membuat jadwal kuliah di karton dan kemudian
di tempelin di kamar kamu. (Jika kamu termasuk anak kost, kamu juga punya tambahan kegiatan satu lagi, yaitu membagi waktu untuk bersosialisasi dengan teman-teman serta lingkungan tempat tinggal kamu. Waktu untuk berkumpul dengan teman kost juga penting lho ).

4. Ciptakan Cara Belajar Yang Sesuai Dengan Diri Kamu Kuliah itu sangat berbeda dengan masa SMA. Jika saat SMA kita duduk manis mendengarkan penjelasan guru, dan kemudian mencatatnya, ini tidak akan kamu jumpai lagi di bangku kuliah. Kamu dituntut untuk mandiri, mencari materi sendiri, dan kemudian mempelajarinya. Jadi, dosen hanya memberikan gambaran umum, membimbing, serta menjembatani antara kamu dengan materi tersebut jika kamu mengalami kesulitan. Nah , mulai saat ini, kamu harus bisa menemukan cara belajar yang cocok untuk kamu. misalnya, belajar di malam hari atau di pagi hari. Kamu juga harus sering mengunjungi web-web serta jangan lupa berkunjung ke perpustakaannya ya?

5. Ikuti Kegiatan Ekstrakurikuler di Kampus (red. Unit Kegiatan Mahasiswa/UKM) Sebagai mahasiswa tentunya kita tidak hanya ingin sukses di akademik saja, tetapi juga non akademisnya. Tujuannya adalah supaya kamu lebih akrab dengan dunia kampus, kakak senior, dan dapat pengalaman yang menarik. Tapi jangan mengikuti semua UKM yang ada. Pilih saja yang sekiranya sesuai dengan bakat dan minat kamu, setidaknya mendukung kegiatan kuliah kamu. Jangan sampai kegiatan UKM mengalahkan kegiatan kuliah kamu. Jika sudah
demikian, ingat lagi tips yang ke- 2. Fokus pada cita-cita. Fokus dan fokus.

6. Refreshing Your Mind
Segudang kegiatan akademik dan non akademik tentunya menguras tenaga dan pikranmu. Jadi menyegarkan pikiran juga perlu untuk diagendakan. Tapi ingat, refreshingnya juga harus bermanfaat. Misalnya, silaturahmi ke rumah teman atau kakak senior (biar lebih akarab), nonton film dengan English subtitle ( sambil latihan speaking dan translation.hehehe), yang terpenting buat diri kamu nyaman di hari itu sehingga kamu siap bertempur dengan rutinitas kegiatan akademik yang sudah menunggu kamu. Hemmm… Itulah tadi tips atau pendapat dari kami. Jangan khawatir ya, mulai sekarang
tanamkan bahwa kuliah itu menyenangkan, jika ada kendala itu hal yang wajar. Kemudahan akan datang setelah kesulitan, jika kamu sungguh-sungguh untuk mencari jalan keluarnya. Semua hal ada prosesnya. Yang terpenting ingat kuncinya,” Malu Bertanya Sesat Di Kampus… “. Nah nanti kalau tersesat, malah nggak pulang-pulang di cari orang tua.
hehehe.

Hubungan Sastra dan Budaya

Budaya dan BahasaKetika berbicara mengenai budaya, kita harus mau membuka pikiran untuk menerima banyak hal baru. Budaya bersifat kompleks, luas, dan abstrak. Budaya tidak terbatas pada seni yang sering kali dilihat dalam gedung kesenian atau tempat bersejarah, seperti museum. Tetapi, budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Budaya memunyai banyak aspek yang turut menentukan perilaku komunikatif. Beberapa orang bisa mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain. Hal ini dikarenakan budaya memunyai keistimewaannya sendiri. Budaya masyarakat satu berbeda dengan budaya masyarakat yang lainnya, sehingga seseorang harus bisa menyesuaikan perbedaan-perbedaannya. Kebudayaan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.Ada banyak unsur yang membentuk budaya, termasuk bahasa, adat istiadat, sistem agama dan politik, perkakas, pakaian, dan karya seni. Bahasa merupakan perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi, baik melalui tulisan, lisan, ataupun gerakan. Sebagai perwujudan budaya, bahasa dapat berperan dalam dua hal:Sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, mengadakan integrasi, dan adaptasi sosial.Sebagai alat untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.Pengaruh Budaya Terhadap SastraBahasa tidak hanya memunyai hubungan dengan budaya, tetapi juga sastra. Bahasa memunyai peranan yang penting dalam sastra karena bahasa punya andil besar dalam mewujudkan ide/keinginan penulisnya. Banyak hal yang bisa tertuang dalam sebuah sastra, baik itu puisi, novel, roman, bahkan drama. Setiap penulis karya sastra hidup dalam zaman yang berbeda, dan perbedaan zaman inilah yang turut ambil bagian dalam menentukan warna karya sastra mereka. Oleh karena itu, ada beberapa periode dalam penulisan karya sastra, seperti Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan 66, dan sebagainya. Setiap periode "mengangkat" latar belakang yang berbeda-beda sesuai zaman dan budaya saat itu.Sebagai contoh, kesusastraan Indonesia. Kesusastraan Indonesia menjadi potret sosial budaya masyarakat Indonesia. Tidak jarang, kesusastraan Indonesia mencerminkan perjalanan sejarah Indonesia, "kegelisahan" kultural, dan manifestasi pemikiran Bangsa Indonesia. Misalnya, kesusatraan zaman Balai Pustaka (1920 -- 1933). Karya-karya sastra pada zaman itu menunjukkan problem kultural ketika Bangsa Indonesia dihadapkan pada budaya Barat. Karya sastra tersebut memunculkan tokoh-tokoh (fiksi) yang mewakili golongan tua (tradisional) dan golongan muda (modern). Selain itu, ada budaya "lama", seperti masalah adat perkawinan dan kedudukan perempuan yang mendominasi novel Indonesia pada zaman Balai Pustaka. Sekarang ini, novel Indonesia cenderung menyajikan konflik cinta, sains, kekeluargaan, dll..Bagaimana pendapat Anda mengenai puisi zaman sekarang? Tentu saja ada perbedaan yang sangat kentara, baik dalam topik yang "diangkat" maupun bahasa yang digunakan. Sebagai contoh, kumpulan puisi Mbeling karya Remy Sylado, tahun 2005. Sebagian besar puisi Mbeling yang ia tulis mengangkat kehidupan politik pada saat itu, seperti korupsi, koruptor, individualisme, dll.. Secara penulisan, beberapa puisi karya Remy Sylado hanya terdiri 1 -- 2 kata saja dan disusun dengan tipografi yang unik. Misal, puisi berjudul "Individualisme dalam Kolektivisme". Puisi ini hanya terdiri dari kata "kita" dan "aku". Kedua kata ini disusun dengan pola membentuk persegi panjang, dengan kata "AKU" (kapital) pada titik diagonalnya. Jika dibandingkan dengan puisi pada zaman Muhammad Yamin, tentu mengalami perbedaan. Meskipun mengangkat tema yang sama, misalnya politik, tetapi konten penyajian puisi sangatlah berbeda. Puisi Muhammad Yamin lebih mengangkat sisi perumusan konsep kebangsaan, meskipun saat itu masih dalam lingkup Sumatera. Jelas sangat berbeda dengan puisi Remy Sylado, yang lebih condong menyajikan sisi kehidupan politik sebuah bangsa berkembang dengan kondisi pemerintahan yang kurang baik.Perbedaan karya sastra setiap periode bukanlah semata-mata karena ide/gagasan dari penulisnya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, dan budaya yang terjadi pada saat itu. Bahkan, jika kita mau merunut karya sastra dari awal sampai sekarang, dan meneliti lebih dalam mengenai latar belakang ideologi saat itu, kita bisa mendapati bagaimana proses perjalanan Bangsa Indonesia. Meskipun karya sastra di Indonesia bisa dibilang hampir pada posisi "tengah" -- tidak terlalu menonjol dan tidak terpuruk, namun perlu disadari bahwa budaya barat sedikit demi sedikit, dari waktu ke waktu, turut memengaruhi karya sastra Indonesia.Pernahkah Anda mendengar karya sastra Indonesia modern? Gaya sastra asing (barat) dan pengaruh bentuk menjadi patokan untuk menyebut sastra Indonesia yang modern. Pada kenyataannya, ketika pengarang hidup dalam budayanya, ia mencoba untuk menerima tradisi estetis (gaya barat) dengan budayanya. Penerimaan tradisi estetis tersebut dituangkan dalam karyanya, dijadikan latar/setting pada tulisannya, sekadar memberi warna dalam proses kreatif yang ia lakukan. Akibatnya, sastra lama hanya akan menjadi sebuah artefak. Para peneliti sastra pun menjadi asing dengan tradisi yang dimiliki oleh sejarah panjang sastra di Indonesia, melalui karya-karya sastra yang ada.Budaya dan sastra memunyai ketergantungan satu sama lain. Sastra sangat dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang terdapat dalam kebudayaan akan tercermin di dalam sastra. Masinambouw mengatakan bahwa sastra (bahasa) dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. Jika kebudayaan adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, bahasa (sastra) adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya suatu interaksi.
Ketika kita membicarakan pengaruh kesusastraan asing dalam kesusasteraan Indonesia, kita harus melihat vista sastra Indonesia dari masa lalu hingga masa kini. Sebagai langkah awal, kita dapat melayangkan pandangan jauh ke belakang, ke masa Hamzah Fansuri mula bersyair dan bernazam atau ke zaman Nuruddin Ar-Raniry ketika melahirkan Bustanul Sallatin (Taman Raja-Raja) dan ketika Raja Ali Haji melahirkan Bustanul Katibin (Taman Para Penulis). Hasil kesusastraan di zaman itu lebih sering disebut oleh sarjana sastra Indonesia-Melayu sebagai bagian dari sastra lama Indonesia dan dilanjutkan dengan sastra baru (modern) Indonesia yang dimulai sejak munculnya percetakan di Hindia Belanda dan diramaikan oleh kelompok Pujangga Baru. Meskipun demikian, patut diketahui bahwa sastra baru Indonesia pun sudah dipelopori oleh penulis Tionghoa peranakan yang mula pertama memperkenalkan cerpen dalam kesusastraan Indonesia modern.    Karya sastra Indonesia (Nusantara) lama itu sudah dimulai sejak abad ke-16 pada zaman Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniry, dan Syamsuddin Al-Sumatrani hingga periode para wali di Jawa yang banyak menghasilkan suluk sebagai pengaruh budaya Islam. Namun, di Jawa jauh sebelum Islam masuk pun sudah memiliki karya sastra kakawin yang mendapat pengaruh dari India. Kesusastraan asing yang paling berpengaruh dalam kesusastraan Indonesia lama adalah kesusastraan Arab dan Parsi (Persia). Jejaknya itu dapat kita baca pada naskah lama yang ditulis dalam aksara Arab Melayu dan tersebar luas hingga ke seluruh wilayah Nusantara.  Karya sastra dari Arab dan Parsi itu banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu serta meninggalkan bentuk hikayat, syair, gazal, rubai, gurindam,  masnawi, dan barzanzi dalam khazanah sastra Indonesia lama.    Sesudah berlalunya tradisi pernaskahan di Indonesia, pengarang Indonesia modern, yang dimulai oleh penulis  Cina Peranakan, masih menulis syair dan pantun  dalam karya cetak. Pada tahun 1912, misalnya, sudah mulai ditemukan cerita pendek yang awal dalam buku cerita Warna Sari yang terbit di Surabaya. Cerita pendek yang dimuat itu berjudul “Si Marinem” karya H.F.R. Kommer dan ditulis dalam ragam bahasa Melayu rendah (Sastri, 2012).
    Pada masa Angkatan Pujangga Baru perkenalan para penulis dan pembaca karya sastra dengan karya sastra Eropa, khususnya Belanda, semakin mudah diperoleh, baik melalui buku pelajaran di sekolah maupun melalui karya saduran. Jika sebelumnya karya sastra asing,  seperti Arab dan Parsi, diperoleh melalui hubungan perdagangan, karya sastra Eropa diperoleh melalui dunia pendidikan pada masa Hindia- Belanda.
     Pada zaman Jepang, pengaruh kesusastraan asing, seperti Jepang, tidak terlalu banyak berarti dalam kesusastraan Indonesia. Hal itu disebabkan singkatnya masa pendudukan Jepang dan tidak adanya upaya penerjemahan karya sastra Jepang ke dalam bahasa Indonesia pada saat itu. Penerjemahan karya sastra Jepang ke dalam bahasa Indonesia dimulai pada tahun 1972 ketika Anas Ma’ruf menerjemahkan novel Yukiguni karya Yasunari Kawabata ke dalam versi Indonesia dengan judul Negeri Salju (Pustaka Jaya, 1972).
    Sesudah kemerdekaan, sekitar tahun 1960-an, pengaruh kesusastraan asing dalam karya sastra Indonesia lebih disebabkan pengaruh ideologi, seperti komunisme dari Uni Soviet. Hal itu dapat kita temukan pada karya para penulis Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang banyak menerjemahkan karya sastra Rusia yang beraliran kiri.
2. Jejak Kesusastraan Parsi dan India dalam Kesusastraan Indonesia Lama
Boleh dikatakan bahwa karya Hamzah Fansuri yang sangat terkenal, yakni Hikayat Burung Pingai, ditengarai oleh beberapa ahli mendapat pengaruh  dari karya sastra  Parsi yang berjudul Manttiq at-Tayr  (Percakapan Burung-Burung). Karya Hamzah Fansuri yang lain,  sebagaimana yang dicatat oleh Al-Attas (1970), memperlihatkan pengaruh puisi sufi dari Parsi. Di antara karya Hamzah yang terpenting itu adalah Syarab al-Asyiqin (Anggur Orang-Orang Pengasih), Asrar al-Arifin (Rahasia Orang-Orang Arif), dan Al-Muntahi (Sang Ahli Ma’rifat).  Karya yang terakhir itu merupakan kutipan dari lusinan penyair Parsi yang ternama,  seperti Attar, Rumi, Iraqi, Shabistari, Shah Ni’matullah, dan Maghribi.
    Persinggungan negeri di bawah angin (istilah yang ditemukan di naskah Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu untuk menyebut wilayah Asia Tenggara dari Sumatra Utara sampai dengan Maluku) dengan pedagang Arab dan Parsi pada masa lampau yang berdagang hingga ke Pansur memungkinkan juga dibawanya karya sastra Arab dan Parsi ke wilayah Nusantara sehingga kita dapat pula melihat jejak kesusastraan Parsi itu pada puluhan karya sastra Indonesia lama lainnya. Braginsky (2009: 59--102) mencatat di antara karya Parsi yang sangat dikenal di Indonesia, antara lain, Hikayat-i Muhammad-i Hanafiyah, Qis-sai Amir Hamzah,  Hikayat Indraputra, Hikayat Isma Yatim, dan Hikayat Nur Muhammad. Sebelumnya, Djamaris (1983) menjelaskan pula bahwa Hikayat Nur Muhammad ditengarai terpengaruh salah satu bab kitab  Rauzat al-Ahbab (Taman Sorga Para Pengasih) karya Attaullah ibn Fazlullah dari Parsi. Selain itu, kita juga mengenal cerita berbingkai, seperti Hikayat Kalilah dan Dimnah (Kalila wa Dimna) dan Hikayat Bayan Budiman (Tuti-namah) yang semuanya berasal dari Parsi.
    Pengaruh  kesusastraan India terhadap karya sastra Indonesia dapat kita temukan pada karya sastra Hikayat Seri Rama, Ramayana, Mahabarata, Hikayat Panji, Hikayat Cekel Weneng Pati, Barathayudha, dan Kakawin Arjunawiwaha. Bahkan, dalam tradisi pewayangan Jawa, kisah Mahabharata dan Ramayana sudah diadaptasi menjadi karya sastra Jawa dan merupakan kisah pewayangan yang sudah dianggap sebagai kebudayaan adiluhung dan  menjadi bagian dari sistem nilai orang Jawa.
3. Jejak Kesusastraan Eropa dalam Kesusastraan Indonesia Modern
Ketika percetakan mulai masuk ke Hindia Belanda, kesusastraan asing semakin mudah diakses oleh kaum terpelajar bumiputra. Kehadiran buku sastra dunia ditemukan dengan mudah dan menjadi bahan bacaan yang disampaikan di sekolah Belanda pada masa lalu. Sebelum periode Balai Pustaka, kita telah mengenal sebuah karya yang fenomenal dari Multatuli yang berjudul Max Havelaar (1860). Sastrowardojo (1989: 138) menyebutkan bahwa karya Multatuli itu pernah diakui mendapatkan ilham dan pengaruh setelah membaca Pondok Paman Tom (Uncles’s Tom Cabin, 1852) karya Harriet Beecher Stowe. Penerjemahan cerita pendek Eropa dalam surat kabar awal di Hindia Belanda, baik yang dilakukan oleh penulis Indo-Eropa maupun Cina Peranakan dan Pribumi, turut berkontribusi dalam masuknya pengaruh bacaan Eropa dalam kesusastraan Melayu-Indonesia pada masa itu. Salah satunya adalah masuknya genre cerpen, seperti yang telah disinggung di atas.
    Pengaruh gerakan kesusastraan di Belanda sekitar tahun 1880, yang dikenal dengan  de Tachtigers atau Angkatan 1880, pada pengarang Pujangga Baru merupakan salah satu faktor yang memudahkan masuknya pengaruh karya sastra Eropa dalam kesusastraan Indonesia modern (Teeuw, 1980). Salah seorang penyair Pujangga Baru Indonesia yang sangat terpengaruh dan memuja penyair Angkatan 1880 itu adalah J.E Tatengkeng. Ia menulis sajak religiusnya dengan mengacu gaya kepenulisan Frederik van Eeden dan Willem Kloos dari Belanda, seperti sajaknya yang berjudul “KataMu Tuhan”. Bahkan, sebagai wujud kekagumannya kepada penyair Angkatan 1880 tersebut, Tatengkeng pernah menulis satu sajak yang khusus ditujukan kepada Willem Kloos (Sunarti, 2012). Jika Tatengkeng memuja penyair Belanda, Sanusi Pane adalah salah seorang pengarang angkatan Pujangga Baru yang mengagumi karya sastra pujangga India, Rabidranath Tagore. Ia pernah menulis adaptasi cerita Gitanjali ke dalam bahasa Indonesia. Merari Siregar juga melakukan hal yang sama, yakni pernah menyadur karya sastra Belanda ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tjerita Si Djamin dan Si Djohan (1918). Karya itu disadur dari roman Jan Smees karya Justus van Maurik (Teeuw,1994: 142--172). Teeuw pernah menjelaskan dengan panjang lebar mengenai kedua roman itu dan bagaimana cerita itu dapat disadur oleh Merari Siregar menjadi versi Indonesia dengan latar cerita dan nama para tokohnya disesuaikan dengan kondisi di Hindia-Belanda pada masa itu. Menurut Teeuw, pengaruh komisi bacaan rakyat (Balai Pustaka) juga ikut menjadi andil bagi penyaduran cerita itu.
    Satu pengaruh negatif dari proses sadur-menyadur karya asing ke dalam bahasa Indonesia ini adalah munculnya polemik terhadap karya sastra hasil saduran itu dengan tudingan sebagai karya plagiat. Kasus itu muncul pada novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1938) karya Hamka. Sebagai pengarang yang banyak membaca karya sastra dalam bahasa Arab, Hamka sangat mengagumi karya seorang penulis Mesir yang bernama Mustafa Lutfi al-Manfaluthi yang hidup dari tahun 1876-1942. Penulis dari Mesir itu pernah menerbitkan sebuah novel saduran dari Prancis yang berjudul Sous Les Tilleuls karya Jean-Baptiste Alphonse Karr yang diberinya judul dalam bahasa Arab  Madjulin. Ketika novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck mengalami cetakan yang ketujuh, seorang penulis bernama Abdullah S.P. menulis tudingan bahwa karya Hamka menjiplak karya saduran Al-Manfaluthi. Karya saduran Al-Manfaluthi kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dengan judul Magdalena. Berapa bagian dari karya itu setelah dibandingkan dengan karya Hamka ternyata memang memiliki persamaan. Akan tetapi, menurut Teeuw (1980: 105), persamaan itu dapat timbul karena penerjemahan ke dalam bahasa Melayu dan jelas karya Hamka memiliki isi yang sama sekali berbeda dengan karya saduran Al-Manfaluthi tersebut. Bahkan, ada kesan novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck merupakan semi autobiografi dari penulisnya yang berbeda sama sekali dengan akhir dari novel Madjulin yang disadur oleh Manfaluthi.
    Masalah tuduhan plagiarisme juga pernah dihadapi oleh Chairil, yakni dituduh sebagai plagiat ketika melakukan penyaduran karya asing ke bahasa Indonesia. Hal itu disebabkan minat Chairil yang sangat tinggi terhadap karya penyair Eropa, seperti J. Slauerhoff (Belanda), Hendrik Marsman (Belanda), dan Rainer Maria Rilke (Jerman), sehingga amat memengaruhi sajaknya. Sajak J. Slauerhoff yang berjudul “Woning Looze” memengaruhi puisi Chairil Anwar yang berjudul “Rumahku”, kemudian “Karawang-Bekasi” dituduh plagiarisme dari The Young Dead Soldier karya Archibald Madeisch. Tudingan itu tidak dapat dibuktikan. Akan tetapi, karena tuntutan ekonomi, tindakan plagiarisme memang pernah dilakukan oleh Chairil pada beberapa tulisan yang lain, bukan pada sajak Karawang-Bekasi yang autentik milik Chairil. Pengucapan puitik Chairil dianggap memiliki nilai baru dalam struktur dan pilihan katanya yang sama sekali berbeda dan bahkan dianggap lebih baik dari sajak penyair Eropa, khususnya Belanda, yang disadurnya.
    Pengaruh asing dalam sajak Chairil dapat juga kita temukan pada isi sajaknya,  misalnya pada kata ahasveros dan sisipus, yang menggambarkan pengetahuannya mengenai kebudayaan Eropa. Beberapa diksi dalam sajaknya juga tidak terlepas dari pengaruh kata Belanda, seperti baris sajaknya yang berbunyi: Hilang sonder pusaka, sonder kerabat. Semangat individualisme yang masih asing pada masa Chairil juga menjadi ciri pembeda sajaknya dengan pendahulunya, seperti Amir Hamzah, yang masih kuat terikat pantun  dan syair. Kedua sastrawan itu mewariskan syair dan pantun sebagai bagian puisi lama yang banyak dipakai pada awal kehadiran sastra Indonesia baru. Gaya itu kemudian ditinggalkan sama sekali oleh Chairil Anwar dalam sajaknya sehingga ia dianggap sebagai tokoh pendobrak zaman lama tersebut.
    Keahlian Chairil melakukan penyaduran sajak-sajak asing ke dalam bahasa Indonesia juga diakui oleh kritikus sebagai karya saduran yang baik seperti yang dilakukannya pada sajak Huesca karya Rupert John Cornford dari Inggris dan pada tahun 1967 sajak yang sama diterjemahkan oleh Taslim Ali dengan judul Sajak.
    Sesudah Chairil Anwar tiada, pengaruh kesusastraan asing pada karya sastra Indonesia semakin dipertajam melalui beberapa karya penyair Indonesia modern yang notabene mendapat pendidikan Barat. Sapardi (1983:5) menyebutkan beberapa nama pengarang Indonesia yang karyanya memperlihatkan pengaruh asing (sastra Barat), seperti Pramoedya Ananta Toer, Basuki Gunawan, Iwan Simatupang, Sitor Situmorang, Ajip Rosidi, W.S. Rendra, Mochtar Lubis, dan P. Sengodjo. Namun, penulis lebih cenderung memberikan pilihan lain yang tidak disinggung oleh Sapardi dalam tulisannya itu, di antaranya Subagio Sastrowardoyo, Goenawan Mohamad, Darmanto Jatman, W.S. Rendra, dan Sapardi Djoko Damono.
    Pengaruh asing pada karya Subagio Sastrowardoyo terlihat, antara lain, dalam esai dan sajaknya. Karyanya itu memperlihatkan kuatnya nilai keagamaan dan kerohanian yang menjadi argumen dasar dalam tulisannya.
    Pada Goenawan Mohamad, sajaknya memperlihatkan pergulatan untuk menjadi penyair yang hendak lepas dari nilai tradisi. Pengaruh asing pada karyanya terlihat lebih pada tataran ide, bukan pada bentuk. Isi sajaknya menggambarkan hubungan personal yang sangat luas dengan tokoh dan penyair dunia sehingga kita menemukan penggalan kisah yang menggambarkan pertemuan Goenawan dengan tokoh dunia dan tempat asing yang disinggahinya. Namun, berbeda dengan Chairil yang menulis puisi sebagai upaya pemberontakan terhadap bentuk dan struktur puisi Indonesia lama, Goenawan dengan sadar memanfaatkan rima pantun dalam sajaknya untuk memperlihatkan “pertemuan” tradisi dan budaya luar yang dikenalnya.
    Semakin modern cara berpikir seseorang, seperti Goenawan, ternyata semakin sadar akan jati diri dan identitasnya sebagai penyair yang tidak mungkin melepaskan diri dari akar budayanya. Dari tangan Goenawan dilahirkan tafsiran baru atas nilai tradisi dalam wujud sajak modern, seperti “Gatoloco”, Pariksit”, dan “Persetubuhan Kunthi”.  Kita juga akan menemukan semangat dunia dan kosmopolitan dalam sajaknya yang memperlihatkan kecenderungannya pada persoalan sosial dan politik di Indonesia. Hal itu dapat kita lihat pada sajaknya yang berjudul “Internationale” dan sajak “Permintaan Seorang yang Tersekap di Nanking, Selama Lima Tahun” (untuk Agam Wispi). Sajak itu disampaikan dengan semangat puitika Barat yang tidak mudah dipahami oleh pembacanya di Indonesia.
    Pernah  pada satu masa, penyair  W.S. Rendra, sangat menyukai menulis sajak dalam bentuk balada. Sebagai contoh, tulisan itu dapat kita temukan pada sajaknya yang berjudul “Bersatulah Para Pelacur Ibukota”, “Balada Terbunuhnya Atmo Karpo”, Balada Anak Mencari Bapa”, dan “Balada Suku Naga”. Bentuk balada atau ballade dalam sajak Rendra tersebut memperlihatkan pengaruh kesusastraan asing, khususnya pengaruh dari karya balada penyair Federico Garcia Lorca yang banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1950-an.
    Pada Darmanto Jatman, pengaruh kesusastraan asing, terutama Inggris, terlihat dalam kumpulan sajaknya Bangsat. Darmanto telah mencapai gaya pribadi sendiri, tetapi ia tidak terlepas dari pengaruh sajak Inggris yang umumnya bercorak arif (sophisticated), cendikia (intellectual), dan jenaka (witty). Dengan mengambil gaya pengucapan yang demikian, Darmanto telah meninggalkan suasana romantik saja yang menjadi ciri umum persajakan Indonesia (Sastrowardoyo, 1989:206).
    Dalam sajak Sapardi, pengaruh kesusastraan asing itu dapat dilihat bukan hanya pada struktur luar (bentuk), melainkan juga pada isi sajaknya. Pengaruh kesusastraan asing terekam dalam sajak awalnya yang memperlihatkan struktur haiku, ‘sajak pendek’ Jepang. Sweeney  dalam percakapan langsung dengan penulis pernah mengomentari bahwa Sapardi sesungguhnya menulis puisi barat, tetapi menggunakan bahasa Indonesia.  Sastrowardoyo (1989: 191) melihat sajak Sapardi, terutama dalam antologi Mata Pisau, secara keseluruhan boleh dikatakan bertolak dari pertanyaan tentang makna dan tujuan akhir dari hidup. Pertanyaannya itu bersentuhan dengan masalah dasar yang pernah dirumuskan oleh Paul Gauguin sewaktu melukis di Haiti. Di sebuah kanvas yang besar—yang disangkanya akan merupakan lukisannya yang terakhir sebelum pelukis Prancis itu berniat menghabisi nyawanya sendiri—dibubuhkan judul berupa pertanyaan “Dari mana kita datang? Siapakah kita? Ke mana kita pergi?” Kesadaran akan masalah hidup yang inti itu biasanya timbul dalam kemelut, suatu situasi krisis yang bisa dialami suatu kelompok masyarakat atau manusia orang-seorang. Pertanyaan yang menyangkut pangkal hidup yang pernah menghantui jiwa Gauguin itu telah melahirkan sajak Sapardi dalam Mata Pisau.
Pengaruh asing dalam karya sastra Indonesia merupakan hasil sintesis pergaulan dan pergulatan sastrawan Indonesia dari masa ke masa. Hal itu juga menunjukkan keluasan pengetahuan dan minat penulis Indonesia terhadap karya sastra dunia. Pengaruh asing dalam kesusastraan Indonesia (Melayu Nusantara) dapat terjadi berkat adanya hubungan perdagangan, seperti yang terlihat dalam puisi lama/tradisional Melayu karya Hamzah Fansuri hingga Amir Hamzah. Pada masa Pujangga Baru pengaruh itu dimungkinkan terjadi melalui dunia pendidikan Hindia Belanda yang mengenalkan karya sastra Eropa dan Belanda khususnya. Sesudah perang kemerdekaan, pengaruh kesusastraan asing terjadi melalui indoktrinasi ideologi komunis, seperti yang terlihat dalam karya sastra zaman Lekra dan juga melalui pergaulan internasional, seperti yang diperlihatkan dalam karya WS. Rendra, sajak pendek (haiku) Sapardi, atau dalam pemikiran ajaran Kristen sebagaimana yang digambarkan oleh Darmanto Jatman dan Subagio Sastrowardoyo.
Sumber :
Braginsky, Vladimir. 2009. “Jalinan dan Khazanah Kutipan: Terjemahan dari Bahasa Parsi
    dalam Kesusastraan Melayu, Khususnya yang Berkaitan dengan “Cerita-Cerita Parsi,”
hal. 59-111, dalam Sadur: Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia. (ed) Henri Chambert-Loir. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Damono, Sapardi Djoko.1983. Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan. Jakarta.
 Gramedia
Djamaris, Edwar. 1983. Hikayat Nabi Mikraj, Hikayat Nur Muhammad, dan Hikayat Darma
    Tasiya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Mohammad, Goenawan. 2001. Sajak-Sajak Lengkap: 1961-2001. Jakarta: Metaphor Publishing.
Sastrowardoyo, Subagio. 1989. Pengarang Modern Sebagai Manusia Perbatasan: Seberkas
    Catatan Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.
Sunarti, Sastri. 2012. “Romantisisme Puisi-Puisi Indonesia tahun 1935-1939 dalam Majalah
Pujangga Baru” Jurnal Puitika, No.1.Volume 8. Februari 2012. hal. 19-40. Padang: FIB Universitas Andalas Padang.
Suyono dkk.  2008. “Cerita Pendek Indonesia”  Penelitian Tim Subbidang Pengkajian Sastra,    Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional,  Jakarta.
Teeuw. A. 1980. Sastra Baru Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.
----------- 1983.  Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
----------- 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya Girimukti Pasaka.
pendapat sastra dan seni dan hubunganya dengan konsep budaya dasar
kita tahu semua apa itu sastra dan apa itu seni.seni dan sastra sangat erat huunganya,keduanya saling berkaitan satu sama lainya,maka seni dan sastra merupakan satu kesatuan.
Secara etimologis kata sastra berasal dari bahasa sansekerta, dibentuk dari akar kata sas- yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran –tra yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk.. Secara harfiah kata sastra berarti huruf, tulisan atau karangan. Kata sastra ini kemudian diberi imbuhan su- (dari bahasa Jawa) yang berarti baik atau indah, yakni baik isinya dan indah bahasanya. Selanjutnya, kata susastra diberi imbuhan gabungan ke-an sehingga menjadi kesusastraan yang berarti nilai hal atau tentang buku-buku yang baik isinya dan indah bahasanya. Selain pengertian istilah atau kata sastra di atas, dapat juga dikemukakan batasan / defenisi dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra itu bukan hanya sekedar istilah yang menyebut fenomena yang sederhana dan gampang. Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia yang tanpa mempertimbangkan budaya suku maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan sastra. Sedang orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara mendengar atau membacanya. Batasan sastra menurut PLATO, adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauhdari dunia ide. ARISTOTELES murid PLATO memberi batasan sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat. Menurut kaum formalisme Rusia, sastra adalah sebagai gubahan bahasayang bermaterikan kata-kata dan bersumber dari imajinasi atau emosi pengarang. Rene Welleck dan Austin Warren, memberi defenisi bahasa dalam tiga hal : 1. Segala sesuatu yang tertulis 2. Segala sesuatu yang tertulis dan yang menjadi buku terkenal, baik dari segi isi maupun bentuk kesusastraannya 3. Sebagai karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan dan bermediumkan bahasa.
Dalam bahasa Sanskerta, kata seni disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda ia berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistik. Cilpacastra yang banyak disebut-sebut dalam pelajaran sejarah kesenian, adalah buku atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang, termasuk di dalamnya apa yang sekarang disebut seniman. Memang dahulu belum ada pembedaan antara seniman dan tukang. Pemahaman seni adalah yang merupakan ekspresi pribadi belum ada dan seni adalah ekspresi keindahan masyarakat yang bersifat kolektif. Yang demikian itu ternyata tidak hanya terdapat di India dan Indonesia saja, juga terdapat di Barat pada masa lampau.Dalam bahasa Latin pada abad pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan atau kemahiran; dan artista adalah anggota yang ada di dalam kelompok-kelompok itu. Maka kiranya artista dapat dipersamakan dengan cilpa.Ars inilah yang kemudian berkembang menjadi l’arte (Italia), l’art (Perancis), elarte (Spanyol), dan art (Inggris), dan bersamaan dengan itu isinyapun berkembangan sedikit demi sedikit kearah pengertiannya yang sekarang. Tetapi di Eropa ada juga istilah-istilah yang lain, orang Jerman menyebut seni dengan die Kunst dan orang Belanda dengan Kunst, yang berasal dari akar kata yang lain walaupun dengan pengertian yang sama. (Bahasa Jerman juga mengenal istilah die Art, yang berarti cara, jalan, atau modus, yang juga dapat dikembalikan kepada asal mula pengertian dan kegiatan seni, namun demikian die Kunst-lah yang diangkat untuk istilah kegiatan itu).Dari dulu sampai sekarang karya sastra tidak pernah pudar dan mati. Dalam kenyataan karya sastra dapat dipakai untuk mengembangkan wawasan berpikir bangsa. Karya sastra dapat memberikan pencerahan pada masyarakat modern. ketangguhan yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Di satu pihak, melalui karya sastra, masyarakat dapat menyadari masalah-masalah penting dalam diri mereka dan menyadari bahwa merekalah yang bertanggung jawab terhadap perubahan diri mereka sendiri.Sastra dapat memperhalus jiwa dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk berpikir dan berbuat demi pengembangan dirinya dan masyarakat serta mendorong munculnya kepedulian, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sastra mendorong orang untuk menerapkan moral yang baik dan luhur dalam kehidupan dan menyadarkan manusia akan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan memiliki kepribadian yang luhur.Selain melestarikan nilai-nilai peradaban bangsa juga mendorong penciptaan masyarakat modern yang beradab (masyarakat madani) dan memanusiakan manusia dan dapat memperkenalkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, melatih kecerdasan emosional, dan mempertajam penalaran seseorang.Sastra tidak hanya melembutkan hati tapi juga menumbuhkan rasa cinta kasih kita kepada sesama dan kepada sang pencipta. Dengan sastra manusia dapat mengungkapkan perasaan terhadap sesuatu jauh lebih indah dan mempesona.
Masalah sastra dan seni sangat erat hubungannya dengan ilmu budaya dasar, karena materi – materi yang diulas oleh ilmu budaya dasar ada yang berkaitan dengan sastra dan seni.Budaya Indonesia sanagat menunjukkan adanya sastra dan seni didalamnya.Latar belakang IBD dalam konteks budaya, negara dan masyarakat Indonesia berkaitan dengan masalah sebagai berikut :1. kenyataan bahwa bangsa indonesia berdiri atas suku bangsa dengan segala keanekaragaman budaya yg tercemin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yg biasanya tidak lepas dari ikatan2 primordial, kesukaan, dan kedaerahan .2. Proses pembangunan yg sedang berlangsung dan terus menerus menimbulkan dampak positif dan negatif berupa terjadinya perubahan dan pergeseran sistem nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun terkena pengaruhnya .3. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan perubahan kondisi kehidupan mausia, menimbulkan konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yg telah diciptakannya .


Senin, 24 Maret 2014

pengertian manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya

Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak mungkin bisa memisahkan hidupnya dengan manusia lain. Sudah bukan rahasia lagi bahwa segala bentuk kebudayaan, tatanan hidup, dan sistem kemasyarakatan terbentuk karena interaksi dan benturan kepentingan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Sejak zaman prasejarah hingga sejarah, manusia telah disibukkan dengan keterciptaan berbagai aturan dan norma dalam kehidupan berkelompok mereka. Dalam kelindan berbagai keterciptaan itulah ilmu pengetahuan terbukti memainkan peranan signifikan.
Ilmu pengetahuan tidak hanya dapat dipahami dalam arti sebuah hukum atau teori ilmiah sebagai hasil statis kegiatan utamanya. Ilmu pengetahuan harus dipandang juga sebagai sebuah proses, sebuah kegiatan, dan tentu saja sebuah kemampuan yang harus dimiliki oleh para ilmuwan. Mahasiswa yang akan diorientasikan  untuk menjadi sosok ilmuwan yang peka atas permasalahan sosial kemasyarakatan diharapkan mampu larut dalam proses keterciptaan ilmu pengetahuan tersebut.
Kemampuan untuk larut tersebut harus dimulai dengan mengetahui dan memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan melalui kemampuan “membaca” berbagai hasil teori dan kajian ilmu sosial, untuk kemudian mampu melihat relevansi dan aplikasinya dengan fenomena dan problema sosial kontemporer. Pada tataran selanjutnya pemahaman itu akan menggerakkan kemampuan untuk berproses dalam keterciptaan ilmu pengetahuan. Artinya pada simpul akhir mahasiswa tidak menerima begitu saja teori dan hukum ilmiah yang telah ada, melainkan mampu melahirkan teori dan kajian-kajian atas fenomena sosial sebagai karya personal mereka. Mata kuliah ISD menjadi mata kuliah pengantar demi tujuan tersebut.

I.MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
Manusia adalah makhluk social yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan social. Sebagai makhluk sisoal (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Misalnya, dalam lingkungan manusia terkecil yaitu keluarga. Dalam keluarga, seorang bayi membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya agae dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan sehat.
Manusia sebagai makhluk sosial dan budaya Sebagai masyarakat Indonesia, setiap manusia saling membutuhkan satu sama lainnya tentunya dalam hal yang positif. Saling bersosialisasi antara satu sama lainnya membuat interaksi yang kuat untuk mengenal kepribadian manusia lain. Manusia yang mudah bersosialisasi adalah manusia yang dapat atau mampu menjalankan komunikasi dengan baik dengan lingkungan sekitarnya. Dengan berlandaskan pancasila manusia sebagai makhluk yang social dan budaya disatukan untuk saling menghormati dan menghargai antara manusia yang memiliki budaya yang berbeda-beda.
Berikut ini adalah pengertian dari pembahasan tersebut.
Manusia sebagai Makhluk Sosial Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup dalam masyarakat, tidak mungkin manusia di luar masyarakat. Aristoteles mengatakan: bahwa makhluk hidup yang tidak hidup dalam masyarakat ialah sebagai seorang malaikat atau seorang hewan.
Di India oleh Mr. Singh didapatkan dua orang anak yang berumur 8 tahun dan 1 ½ tahun. Pada waktu masih bayi anak-anak tersebut diasuh oleh srigala dalam sebuah gua. Setelah ditemukan kemudian naka yang kecil mati, tinggal yang besar. Selanjutnya, walaupun ia sudah dilatih hidup bermasyarakat sifatnya masih seperti srigala, kadang-kadang meraung-raung di tengah malam, suka makan daging mentah, dan sebagainya. Juga di Amerika dalam tahun 1938, seorang anak berumur 5 tahun kedapatan di atas loteng.karena terasing dari lingkungan dia meskipun umur 5 tahun belum juga dapat berjalan dan bercakap-cakap. Jadi jelas bahwa manusia meskipun mempunyai bakat dan kemampuan, namun bakat tersebut tidak dapat berkembang, Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai makhluk sosial (Hartomo, 2000: 77).
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Misalnya saja hubungan sosialisasi antar tetangga , dengan adanya interaksi sosial antar tetangga akan mempermudah kita dalam mengatasi masalah di sekitar yang membutuhkan bantuan dari manusia lainnya. Jadi itulah mengapa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial.

Dibawah ini merupakan faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat. Faktor-faktor itu adalah:
1. Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya.
2. Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk lemah.karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
3. Karena terjadinya habit pada tiap-tiap diri manusia. Manusia bermasyarakat karena ia telah biasa mendapat bantuan yang berfaedah yang diterimanya sejak kecil dari lingkungannya.
4. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain.
Faktor-faktor lain yang dapat mengatakan manusia adalah makhluk sosial, yaitu :
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

Secara alamiah manusia berinteraksi dengan lingkungannya, manusia sebagai pelaku dan sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan tersebut. Perlakuan manusia terhadap lingkungannya sangat menentukan keramahan lingkungan terhadap kehidupannya sendiri. Manusia dapat memanfaatkan lingkungan tetapi perlu memelihara lingkungan agar tingkat kemanfaatannya bisa dipertahankan bahkan ditingkatkan. Bagaimana manusia mensikapi dan mengelola lingkungannya pada akhirnya akan mewujudkan pola-pola peradaban dan kebudayaan.
Manusia sebagai makhluk budaya Budaya atau Kebudayaan perbedaan mendasar antara manusia dengan makhluk yang lain (hewan) ialah bahwa manusia adalah makhluk berbudaya, hal ini disebabkan karena manusia diberi anugrah yang sangat berharga oleh Tuhan, yaitu budi atau pikiran.dengan kemampuan budi atau akal itulah manusia dapat menciptakan kebudayaan yang menyebabkan kehidupannya sangat jauh berbeda dengan kehidupan hewan.

Oleh karena, itu manusia sering disebut makhluk social budaya, artinya makhluk yang harus hidup bersama dengan manusia lain dalam satu kesatuan yang disebut dengan masyarakat. Disamping itu, manusia adalah makhluk yang menciptakan kebudayaan dengan berbudaya itulah manusia berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya. Manusia tidak dapat dilepas dari kebudayaan, dimana ada manusia disitu ada kebudayaan.kapankah kebudayaan mulai ada dimuka bumi? bersamaan dengan mulai adanya umat manusia dimuka bumi ini.

A. Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya


            Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
            Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera.      Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya berdasarkan para ahli:
  • E.B. Taylor: 1871 berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat. 
  • Koentjaraningrat: 1979 yang mengartikan budaya dengan: Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Manusia sebagai Makhluk Berbudaya berarti manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dari makhluk – makhluk lain yang diciptakan di muka bumi ini yaitu manusia memiliki akal yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan ide dan gagasan yang selalu berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu manusia harus menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinannya di muka bumi disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki, menciptakan nilai kebaikan, kebenaran, keadilan dan tanggung jawab agar bermakna bagi kemanusiaan. Selain itu manusia juga harus mendayagunakan akal budi untuk menciptakan kebahagiaan bagi semua makhluk Tuhan di muka bumi ini.

B. Kaitan Antara Manusia dengan Kebudayaan
         Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar dan menjadi sikap perilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai budaya.
           Berdasarkan penjelasan di atas, kaitan antara manusia dan kebudayaan manusia adalah kebudayaan adalah hasil dari ide, gagasan dan pemikiran baik nyata ataupun abstrak dan juga sebagai rancangan hidup masa depan.. Jadi dapat diartikan pula bahwa semakin tinggi tingkat kebudayaan manusia, semakin tinggi pula tingkat pemikiran manusia tersebut. Dan kebudayaan itu digunakan untuk melangsungkan kehidupan bermasyarakat antar manusia karena sifat manusia yaitu makhluk sosial yaitu manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan harus hidup dengan manusia lainnya.

C. Perwujudan kebudayaan
            JJ. Hogman dalam bukunya “The World of Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan artifacts. Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi” menggolongkan wujud budaya menjadi:
 a. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
 b. Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
 c. Sebagai benda-benda hasil karya manusia

            Berdasarkan bentuknya, budaya dapat dibagi menjadi 2 yaitu budaya yang bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret atau nyata:
o   Budaya yang bersifat abstrak: budaya yang tidak dapat dilihat secara kasat mata karena bearada dalam pemikiran manusia. Contohnya yaitu ide, gagasan, cita-cita dan lain sebagainya.
o   Budaya yang bersifat konkret: budaya yang berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto. Koencaraningrat menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas: perilaku, bahasa dan materi.
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.
Bahasa adalah sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga (auditory). Ada pula yang berpendapat bahwa bahasa adalah suatu perjanjian tidak tertulis yang telah kita tandatangani dan berlaku seumur hidup. Dengan bahasa, manusia dapat berkomunikasi satu sama lain sehingga manusia dapat saling bertukar pikiran sehingga hasil dari pertukaran tersebut adalah budaya yang semakin kaya dan kebudayaan yang berkembang dan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman.
Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi. Substansi utama budaya adalah sistem pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan pandangan hidup.

Sabtu, 15 Maret 2014

PENGERTIAN KEBUDAYAAN


Definisi Budaya


Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

Pengertian kebudayaan

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

 Hubungan antara Unsur-unsur Kebudayaan


a. Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu sebagai berikut.
  1. Alat-alat produktif.
  2. Senjata.
  3. Wadah.
  4. Alat-alat untuk menyalakan api.
  5. Makanan.
  6. Pakaian.
  7. Tempat berlindung dan perumahan.
  8. Alat-alat transportasi.
Investigasi Budaya 1 :

Coba kembangkan etos kerja dan wawasan kemutakhiran serta orientasi kecakapan pada diri kalian!

Apa yang dapat kalian tangkap dari peristiwa dalam gambar berikut ini berkaitan dengan perkembangan budaya? Selain itu coba kalian praktikkan juga cara menggunakan komputer dan mencari informasi melalui internet!

b. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
  1. Berburu dan meramu.
  2. Beternak.
  3. Bercocok tanam di ladang.
  4. Menangkap ikan.
c. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial

1) Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. M, Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

2) Organisasi Sosial

Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.

d. Bahasa

Bahasa merupakan alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai berikut:
  1. Alat berekspresi.
  2. Alat komunikasi.
  3. Alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.
Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk:
  1. Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari (fungsi praktis).
  2. Mewujudkan seni (fungsi artistik).
  3. Mempelajari naskah-naskah kuno (fungsi filosofis).
  4. Untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Kesenian

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

Berdasarkan jenis nilai estetika yang ditampilkan kesenian (budaya seni) dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
  1. Seni rupa adalah benda-benda seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk wujud atau bentuk misalnya lukisan, seni patung, seni lukis, atau seni fotografi.
  2. Seni suara adalah seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk suara, seni suara ini terdiri dari seni suara vokal (manusia), seni suara instrumental (alat musik), dan seni suara campuran (perpaduan antara suara manusia dengan alat musik).
  3. Seni gerak adalah seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk gerakan atau aktivitas. Misalnya seni tari, gerak dan lagu, senam berirama dan sebagainya.
  4. Seni drama adalah seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk visualisasi pementasan adegan cerita. Misalnya ketoprak, wayang orang, lenong, ludruk, dan sebagainya.
Benda-benda seni memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Mengandung nilai estetika.
  2. Berfungsi memberikan penghiburan.
  3. Melekat dengan unsur-unsur kebudayaan yang lain seperti seni rupa melekat pada model rumah, model mobil, sepeda motor, dan lain-lain.
  4. Berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan atau harapan dari kelompok masyarakat yang satu kepada kelompok masyarakat yang lain.

Opini Tentang Kebudayaan Indonesia

Jika kalian mengenal kata Indonesia apa yang anda pikirkan ? pertama mungkin yang ada dalam benak kalian adalah negara kepulauan yang memiliki 17.000 pulau Dan kaya akan budaya , karena mempunyai 742 bahasa daerah dan 34 provinsi dengan adat yang berbeda pula . Dengan kekayaan budaya yang kita miliki saat ini tidak dipungkiri lagi bahwa banyak wisatawan asing yang tertarik dengan kebudayaan kita . Orang lain saja ingin memilikinya kenapa kita sebagai warga negara Indonesia tidak ingin melestarikan kebudayaan kita sendiri yang kaya akan unsur persatuan dan kekokohan bangsa kita , yang menyatukan bangsa kita dari Sabang sampai Marauke . Yang  membuat sesuatu itu kuat Dan kokoh bukanlah sesuatau yang membuat mereka sama tapi perbedaan lah yang menyarukannya .
Beberapa waktu lalu terdengar berita bahwa ada pengkalim-an kebudayaan kita oleh negara lain , dan sepantasnya kita sebagai warga negara Indonesia marah dong ? bahkan lebih parah lagi kita harus mengamuk , hal itu wajar bila kita mempunyai rasa nasionalisme untuk menjaga Dan melestarikan budaya kita . Ini sudah sepantasnya pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan tertentu , mungkin bisa dengan cara membuat UU tentang pengkalim-an budaya yang diperjelah , dan membuat dokumen-dokumen yang mendetail mengenai budaya yang kita miliki. Sehingga jika suatu saat ada lagi kejadian seperti sebelumnya ketika budaya kita ingin diklaim oleh bangsa lain malu dan segan dengan kita karena kita mempunyai bukti yang jelas dan mendetail mengenai kepemilikan budaya kita tersebut , karena ada bukti yang kuat seperti UU atau dokumen-dokumen yang jelas dan detail .
Saya selaku warga negara Indonesia dan siapapun yang memiliki rasa nasioanlisme dan oatriotisme terhadap bangsa kita ingin mengatakan untuk mengajak masyarakat khusunya para pelajar muda Indonesia selaku generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang untuk melestarikan dan menjaga budaya kita agar kelak anak dan cucu kita tetap bisa melihat dan mempelajari budaya kita tersebut . Budaya Indonesia mampu membuat warga asing tertarik bahkan ingin mempelajari kebudayaan yang kita miliki seperti tari-tarian , musik tradisional bahkan permainan tradisional kita , itu membuktikan bahwa budaya kita itu sangat berharga dan harus tetap ada dimasa depan . Tapi seharusnya kita harus lebih mengetahui budaya kita dan lebih pandai memainkannya bukan ? jangan sampai kita tidak tahu budaya kita sendiri .
Jika kalian tahu arti sebenarnya dari kekayaan kebudayaan Indonesia , saya yakin kalian semua akan tertarik untuk mempelajarinya , jujur saja saya sebagai generasi muda Indonesia ingin sekali mengetahui lebih banyak tentang kekayaan Indonesia tersebut , untuk mempelajarinya kita tidak harus mendatanginya langsung , kita cukup mempelajarinya dan memastikan agar budaya tersebut tetap ada , dengan itu kita sudah menunjukkan rasa Nasionalisme kita . Kita bisa mempelajarinya lewat media internet , karena internet itu fungsi utamanya bukan untuk bermain game , tapi jangan pula karena kecanggihan teknologi tersebut kita sampai lupa untuk melestarikan budaya kita. Pemandangan yang sering kita lihat dahulu adalah anak-anak yang bermain di lapangan memainkan permainan tradisional , tapi sekarang pemandang itu sudah sangan langka untuk ditemukan . Sekarang anak-anak terlena dengan kemajuan teknologi , sehingga permainan tradisional kita sudah mulai ditinggalkan dan dilupakan.
Bukan hanya tugas pemerintah untuk menjaga budaya kita tersebut dengan meletakkannnya di museum , tapi seluruh lapisan masyarakat khususnya warga Indonesia agar memuseumkan budaya kita tersebtu dalam diri kita , dalam ingatan kita dengan memepelajarinya. Mari kita sama-sama jaga dan lestarikan budaya Indonesia agar dunia bisa melihat Indonesia sebagai negara besar dan kaya  kebudayaannya . Ada pepatah yang mengatakan bahwa “ Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai kebudayaannya sendiri . Semoga kita mempunyai rasa nasionalisme yang sama.